dianrakyat.co.id, Jakarta – Data yang dihimpun Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Sistem Informasi Ringkasan (Sirekap) disebut masih bisa diandalkan masyarakat sebagai acuan hasil penghitungan suara pemilu 2024.
Meski demikian, pakar keamanan siber Setiadi Yazid dari Universitas Indonesia (UI) mengatakan KPU harus melakukan dua hal penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Sirekap.
Secara teoritis (data Sirekap) bisa diandalkan. Tapi kepercayaannya ada di antara dua pihak, KPU harus terbuka sendiri. Perbaiki sistem yang bermasalah, kata Sethiadi dikutip Antara, Minggu (18/2/2024).
Ia menambahkan, ada hal-hal yang menurut KPU tidak masuk akal untuk diperbaiki dan harus segera diperbaiki.
“Mereka harus memperbaiki apa yang sebetulnya tidak beralasan. Oleh karena itu, segala kesalahan yang terlihat akan segera diperbaiki. Oleh karena itu, perlu dibangun kepercayaan antara KPU dan masyarakat,” kata Sethiadi.
Hal pertama yang perlu dilakukan KPU agar Sirekap dipercaya masyarakat adalah bertanggung jawab memperbaiki data. Menurutnya, hal tersebut tidak sulit sama sekali mengingat software yang digunakan mudah bagi pengelola.
Sehingga ketika terjadi kesalahan pada program yang membaca tulisan tangan salah dari formulir C1 plano di setiap kotak suara (TPS), pengelola bisa langsung mengganti data yang salah tersebut.
“Tidak sulit, harusnya mudah dikendalikan dan diubah, sehingga tidak satu pihak saja yang berubah dan menang. Bugnya karena software, tapi mudah diperbaiki,” ujarnya.
Hal kedua yang perlu dilakukan KPU adalah lebih komunikatif jika ditemukan bug di Sirekap. Sebaiknya KPU melakukan hal tersebut tidak hanya sekali, namun berkali-kali agar masyarakat dapat mempercayai informasi yang disampaikan.
“Saya lihat KPU kurang komunikatif, padahal kemarin bagus, Ketua KPU Hassim Asyari mengumumkan ada kesalahan dalam membaca data mengenai bentuk model C1-Plano. Tapi itu hanya terjadi satu kali,” imbuh Setiadi.
“Bahkan masyarakat sering melihat di situs Sirekap dan kadang terlihat tidak ada angka, tidak ada grafik, tetapi tidak ada informasi yang jelas sehingga perlu diperbaiki,” lanjutnya.
Jika Sirekap kembali digunakan pada pemilu mendatang, Setiadi merekomendasikan agar KPU melakukan pengujian Sirekap dengan lebih terstruktur.
Ia berharap KPU tidak hanya mengandalkan manual hasil penghitungan suara bertahap, tapi juga memastikan posisi Sirekap memiliki kepentingan yang sama.
“Dengan demikian, Sirekap tidak hanya digunakan sebagai sistem pendukung saja, namun dapat digunakan untuk menjamin keakuratan hasil akhir (penghitungan) suara. Oleh karena itu, seperti halnya penghitungan manual inkremental, Sirekap mempunyai peran penting tersendiri,” pungkas Sethiad. .