dianrakyat.co.id, Jakarta – Kajian DATA di BPS 2023.01-1 menunjukkan bahwa Pulau Jawa menjadi pusat perkembangan paradigma anak. Pada tahun 2022, hampir sembilan persen perempuan di wilayah tersebut akan memilih untuk tidak memiliki anak, terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
“Perempuan tanpa anak cenderung lebih banyak tinggal di perkotaan, mungkin karena masyarakat perkotaan lebih terbuka terhadap perbaikan pola pikir,” seperti dikutip Health dianrakyat.co.id dalam artikel DATAin yang ditulis oleh Yuniarti S.Si, M.S. dan Satria Bagus Panuntun S.Tr.Stat pada Rabu, 20 November 2024.
Kedua penulis mengemukakan bahwa pada awal penyebaran COVID-19, pemerintah mulai menerapkan kebijakan untuk membatasi pergerakan orang di luar rumah. Secara umum, prevalensi perempuan tanpa anak menurun pada periode ini dibandingkan periode sebelum pandemi.
Namun Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS 2020) menunjukkan hal sebaliknya di DKI Jakarta dan Jawa Timur, yaitu persentase perempuan tanpa anak di provinsi-provinsi tersebut meningkat pada awal epidemi.
Fakta tersebut menimbulkan dugaan bahwa COVID-19 telah menurunkan kekuatan finansial dan daya beli masyarakat DKI Jakarta dan Jawa Timur ke level yang sangat rendah. Akibatnya, semakin banyak perempuan yang memilih hidup tanpa anak agar tidak memperburuk perekonomian keluarga.
Sebelumnya diberitakan, fenomena childless atau keputusan untuk tidak memiliki anak sedang meningkat di Indonesia. Data menunjukkan prevalensi perempuan tanpa anak yang tinggal di Indonesia kini sekitar 8 persen.
Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2022 memperkirakan angka ini terjadi pada perempuan usia 15–49 tahun yang sudah menikah namun belum pernah melahirkan anak hidup. Dan jangan gunakan alat kontrasepsi. Diketahui 71 ribu di antaranya tidak ingin punya anak.
“Karena persentase perempuan tanpa anak cenderung meningkat dalam empat tahun terakhir, maka prevalensi perempuan yang tidak ingin mempunyai anak juga akan meningkat pada tahun depan.”
Penulis DATAin ini berpendapat bahwa Indonesia berisiko kehilangan sebagian sektor produktif dalam piramida penduduk jika tren ini terus berlanjut.
Terbukti perempuan yang belum mempunyai anak mempunyai pendidikan tinggi atau mengalami kesulitan ekonomi. Namun, penyebab utamanya mungkin adalah gaya hidup homoseksual.
Dalam jangka pendek, perempuan yang tidak memiliki anak dapat dikatakan mengurangi beban anggaran negara, karena dukungan pendidikan dan kesehatan bagi anak berkurang. Namun seiring berjalannya waktu, kesejahteraan perempuan tanpa anak akan menjadi tanggung jawab pemerintah.
Sebuah studi yang diulas oleh Guru Besar Ekonomi dan Demografi Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Omas B. Samosir, Ph.D., menjelaskan, tidak mempunyai anak mengacu pada orang dewasa atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak. Baik secara biologis maupun melalui proses adopsi.
Menjalani hidup tanpa anak tidak ada kaitannya dengan kesehatan reproduksi seseorang, namun hanyalah sebuah pilihan hidup.
Banyak orang yang tidak mempunyai anak merasa bahwa orang tua harus membayar mahal dan banyak pengorbanan sosial, ekonomi dan psikologis untuk hal ini.
Kata childless sering dikaitkan dengan feminisme, dimana perempuan yang tidak mengasuh anak mempunyai peluang yang baik untuk mengeksplorasi peran sosial di luar keluarga, seperti pekerjaan dan pendidikan.