dianrakyat.co.id, Jakarta Pemerintah akan membatasi kendaraan yang dapat membeli bahan bakar Pertalite (BBM) bersubsidi. Pembatasan ini mengingat subsidi yang diberikan sepenuhnya tepat sasaran dan tidak akan luput dari perhatian seperti yang terjadi selama ini.
Namun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai pembatasan pembelian bahan bakar bersubsidi masih merupakan kebijakan pemerintah yang tidak jelas.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat beberapa kasus nyata dimana masyarakat kelas menengah atas menggunakan bahan bakar bersubsidi atau perlite.
“Karena di satu sisi kami tidak ingin menggunakan terminologi kenaikan harga, namun kenyataannya harga konsumen pengguna perlite dan solar akan naik. Karena harus beralih ke bahan bakar non-subsidi,” kata pernyataan itu. kata Direktur Surat Kabar Harian YLKI di Jakarta di Agus Sujatno, Kamis (11 Juli 2024).
Agus juga mengatakan kebijakan pembatasan pembelian perlite juga akan berdampak pada konsumen pengguna perlite dan solar yang daya belinya akan terpengaruh jika harus beralih ke bahan bakar non-subsidi.
“Karena mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak lagi,” lanjutnya.
Meski demikian, mekanisme pembatasan pembelian ini tetap patut dinantikan. Dia menjelaskan, hal ini terjadi karena model pembatasan yang diterapkan selama ini terbukti tidak efektif dalam mengendalikan penjualan BBM bersubsidi.
Ia menambahkan: “Akan lebih rasional jika kebijakan pengendalian konsumsi bahan bakar dilakukan dalam bentuk subsidi tertutup, dibandingkan membatasi penjualan bahan bakar bersubsidi, yang akan menyebabkan distorsi pasar.”
Agus menyimpulkan, “Ini subsidi untuk rakyat, bukan subsidi barang. Ternyata subsidi barang banyak kejanggalan dan tidak tepat sasaran.”
Sebelumnya, Ekonom Universitas Matalan Muhammad Firmansyah menyarankan agar pemerintah memprioritaskan penyediaan angkutan umum dibandingkan membatasi masyarakat membeli bahan bakar bersubsidi seperti Pertalite.
Muhammad Firmansyah seperti dikutip Antara, Kamis (11 Juli 2024): “Transportasi umum tidak berfungsi di banyak daerah. Penting untuk bersiap memberikan alternatif terhadap rencana masyarakat.”
Firmansyah mengatakan, BBM bersubsidi dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah yang menggunakan kendaraan untuk bekerja dan aktivitas produktif lainnya.
Oleh karena itu, pembatasan BBM bersubsidi harus menjadi alternatif agar tidak mengubah konsumsi masyarakat yang menggunakannya.
“Apa pun jenis bahan bakar yang diatur, jika ada alternatif angkutan umum maka permasalahannya tidak akan terlalu besar dan dampaknya terhadap pemilik kendaraan akan berkurang karena transportasi merupakan kebutuhan pokok,” kata Firmansyah.
Di Indonesia, angkutan umum yang memadai dan berskala besar saat ini hanya terkonsentrasi di wilayah Jabodetabek dan beberapa kota besar di Pulau Jawa. Sementara itu, banyak wilayah kelas menengah lainnya yang belum tersentuh transportasi umum.
Firmansyah lebih lanjut mempertanyakan apakah pembatasan tersebut bertujuan untuk mengurangi penggunaan mobil pribadi atau sekadar untuk meningkatkan efisiensi anggaran pemerintah.
“Dalam situasi saat ini sebaiknya berpikir matang-matang,” pungkas dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram itu.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut pada 17 Agustus mengatakan pemerintah berencana memperketat penggunaan subsidi bahan bakar untuk mengurangi jumlah subsidi yang dibayarkan kepada mereka yang tidak berhak.
Membahas permasalahan penggunaan bahan bakar terkait kekurangan APBN tahun 2024, ia mengatakan pemerintah dapat mengatasi permasalahan APBN tahun 2024 melalui rencana pengetatan subsidi bahan bakar.
Menteri BUMN Erick Thohir membahas pembahasan pembatasan pembelian BBM bersubsidi. Rencana kebijakan tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan pembelian BBM akan dibatasi mulai 17 Agustus 2024.
Erick Thohir mengatakan pemerintah sudah berkorban untuk tidak menaikkan harga BBM sejak awal tahun. Namun, dilema yang kini dihadapi pemerintah membuat subsidi bahan bakar menjadi semakin mahal.
“Pemerintah juga sangat memahami persoalan mengapa tidak ada kenaikan harga BBM pada Januari, Maret, dan April,” kata Erick Thohir saat ditemui di rapat di Gedung Parlemen, Kamis (11,7/2024), karena daya beli masyarakat melemah. dibawah tekanan.”
“Tapi kalau kita lihat melemahnya rupee dan kenaikan harga minyak, sebenarnya subsidinya semakin besar,” imbuhnya.
Namun, dia belum bisa memastikan apakah pembatasan pembelian bahan bakar mulai 17 Agustus 2024 sudah dicabut. Sebagai Menteri BUMN, dia akan mengikuti kebijakan yang ada.
“Enggak usah dibahas, saya kira setiap tahun akan dibahas. Sebagai Menteri BUMN, saya tunggu saja politiknya. Karena kalau kita di BUMN, kita adalah menteri yang mengurusi bisnis, bukan politik,” katanya.
Meski demikian, Eric tetap berpegang pada prinsip bahwa impor bahan bakar harus dikurangi di masa depan dan swasembada energi menjadi sebuah kewajiban. Dengan demikian, kabinet pemerintahan masa depan di bawah kepemimpinan Prabow Subianto tidak lagi harus menanggung beban subsidi BBM.
“Salah satunya pemerintah mendorong penggunaan kendaraan listrik. Namun itu belum cukup, sehingga juga mendorong penggunaan bioetanol di masa depan,” imbuhnya.
“Saya yakin tidak hanya pemerintah saat ini, tetapi juga pemerintah di masa depan ingin mencapai swasembada energi yang sehat. Itu yang kami rasakan, penggunaan bioetanol sebagai alternatif menurut saya positif untuk masa depan,” kata Eric Tohir.