dianrakyat.co.id, Jakarta Mendeteksi tuberkulosis atau tuberkulosis mirip dengan mendeteksi virus corona (COVID-19). Jika tidak diuji, dideteksi, dan dilaporkan, jumlahnya akan tampak rendah, sehingga menyebabkan pelaporan yang kurang. Kondisi ini menyebabkan penderita TBC merantau dan berpotensi menyebarkan infeksi karena tidak diobati.
Dengan metode deteksi dini yang lebih komprehensif, maka akan terdapat hingga 724.000 kasus TBC di Indonesia pada tahun 2022.
“Sebelum pandemi, tingkat deteksi kasus TBC hanya mencapai 40-45% dari perkiraan kasus TBC, sehingga masih banyak kasus yang belum terdeteksi atau belum dilaporkan,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular. di tengah. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Dr. Imran Bambodi di Jakarta mengutip informasi tertulis yang diterima dianrakyat.co.id.
Jika semakin banyak penderita TBC yang terdeteksi, maka angka penularannya, selain kemungkinan sembuh, juga bisa ditekan.
Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang berupaya meningkatkan deteksi dini dan memperluas layanan TBC yang berkualitas. Sehingga penderita tuberkulosis yang ditemukan lebih cepat ditangani sehingga meningkatkan peluang kesembuhannya.
Berikut tujuh hal yang dilakukan Kementerian Kesehatan dalam deteksi dini kasus TBC:
Pertama, penyertaan seluruh fasilitas kesehatan (fasyankes) baik pemerintah maupun swasta secara umum di 34 provinsi, khususnya di 19 provinsi prioritas dengan pendekatan campuran pemerintah-swasta (PPM).
“Kegiatan pelibatan tersebut ditujukan kepada Rumah Sakit (RS), Klinik dan Dokter Mandiri (DPM) dalam program TBC,” jelas Imran.
Kegiatannya meliputi advokasi dan magang yang menyediakan jaringan akses pemeriksaan laboratorium yaitu rapid tes molekuler/TCM dan tes mikroskopis, serta logistik seperti obat-obatan melalui program Obat Anti TBC (OAT) dan bahan habis pakai (BHP), termasuk cartridge dan wadah dahak dan lain-lain untuk fasilitas kesehatan.
Kemudian feedback, on the job training (OJT) dan monitoring dan evaluasi secara berkala, kata Imran.
Kedua, program TBC melibatkan jaringan rumah sakit swasta besar yang mencakup enam jaringan rumah sakit swasta terbesar di Indonesia, yaitu MPKU PP Muhammadiyah, Hermina, Siloam, Pertamina Bena Medica IHC, Premaya dan Mitra Keluarja. Total kami bekerja sama dengan 256 rumah sakit.”
“Tentu saja jaringan rumah sakit swasta ini memiliki indikator kinerja antara lain target peningkatan deteksi kasus TBC, akses diagnosis sesuai kriteria TCM, akses program obat/oat bagi pasien TBC, keberhasilan pengobatan, dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam layanan TBC. ”, jelas Imran.
Selanjutnya, aktif mengintensifkan kegiatan skrining TBC di rumah sakit, mengirimkan feedback setiap tiga bulan, dan kegiatan monitoring dan evaluasi setiap semester untuk memantau hasilnya. Pengawasan, OJT dan bimbingan teknis juga diberikan kepada jaringan rumah sakit swasta.
Ketiga, melibatkan jaringan rumah sakit dan klinik yang terafiliasi dengan TNI dan POLRI. Jaringan ini mencakup 122 RS TNI dan 57 RS POLRI, serta 619 klinik TNI dan 598 klinik POLRI.
“Kegiatan peningkatan kapasitas dan penguatan peran faskes TNI-POLRI dalam skrining TBC akan kami kirimkan feedback dan monitoring serta evaluasi kegiatan triwulanan untuk memantau kontribusi faskes TNI dan POLRI,” lanjut Imran.
Keempat, inovasi pembiayaan program pengendalian TBC fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Inovasi yang dilakukan adalah memberikan insentif non-individualisasi atas layanan TBC yang diberikan ke FKTP masing-masing, meliputi tahap diagnostik, pengobatan dini, dan pengobatan lanjutan.
Inovasi ini diawali dengan uji coba di 6 kota yang jumlah kasus TBCnya banyak, yaitu Medan, Jakarta Utara, Bogor, Semarang, Surabaya, dan Denpasar. Ia menambahkan, masa uji coba mulai Juli 2023 hingga Juni 2024.
Kelima, pendekatan berupa pelatihan TBC. Dalam hal ini, kegiatan pelatihan dan orientasi bagi tenaga kesehatan dalam program TBC akan dilaksanakan di fasilitas kesehatan.
“Hal ini bertujuan untuk mewujudkan pelayanan pengendalian TBC di fasilitas kesehatan yang berkualitas dan terstandar. Pada tahun 2023 akan dilaksanakan di 28 kabupaten/kota dan pada tahun 2024 akan diperluas menjadi 80 kabupaten/kota,” tambah Direktur P2PM Imran.
Keenam, menyediakan modul kredit profesi (SKP) bagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan TBC di fasilitas kesehatan. Ia bekerja sama dengan organisasi profesi dokter, perawat, tenaga kefarmasian, dan staf laboratorium.
Ketujuh: Koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan melalui program Kementerian Kesehatan dan lintas institusi untuk meningkatkan kualitas pelayanan TBC di fasilitas kesehatan.