dianrakyat.co.id, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jakarta Komisioner Kawiyan berharap di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, anak-anak semakin terlindungi dari konten berbahaya di ‘bidang digital.
“Kami berharap di bawah pemerintahan Presiden Prabowo, peran Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) semakin kuat dalam memantau dan menangani konten digital berbahaya. Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah berubah menjadi Kementerian Komunikasi dan Informatika. Digital (Komdigi) sehingga peran sektor digital bisa semakin diperkuat,” kata Kawiyan dalam keterangan tertulis yang diterima Health dianrakyat.co.id, Jumat (25/10/2024).
Pasalnya, lanjut Kawiyan, tantangan yang kita hadapi adalah konten ilegal, konten negatif dan berbahaya. Selain memperkuat perannya, kerja sama dengan Bareskrim Polri juga perlu ditingkatkan.
“Hal ini tidak lain untuk lebih melindungi masyarakat khususnya anak-anak dari konten-konten negatif dan berbahaya. Bila perlu ada badan tersendiri yang khusus menangani masalah konten digital,” kata Kawiyan.
Mengingat konten berbahaya di ranah digital bisa berdampak buruk bagi generasi bangsa, Kawiyan meminta Komigi melakukan pengawasan sangat ketat. Komigi harus bekerja sama dengan Bareskrim Polri untuk mengambil tindakan cepat dan tepat dalam menghadapi maraknya konten berbahaya di dunia maya.
“Komdigi dan Bareskrim merupakan lembaga yang mempunyai mandat undang-undang dan mempunyai yurisdiksi untuk menangani konten berbahaya di ranah digital,” kata Kawiyan dalam diskusi panel bertajuk “Membangun kebijakan untuk mengakhiri akses konten berbahaya di ‘ruang digital’ di Labuan Bajo. , Nusa Tenggara Timur pada Kamis 24 Oktober 2024.
“Dengan tindakan yang cepat dan tepat ini, konten berbahaya di ranah digital tidak akan tersebar luas dan dampak negatifnya bisa diminimalisir, bahkan terhadap anak-anak,” imbuhnya.
Konten berbahaya adalah semua konten ilegal yang dapat merugikan dan membahayakan orang lain, seperti: Informasi menyesatkan; pornografi; Permainan untung-untungan; Pelanggaran hak pribadi masyarakat; Melanggar kesusilaan; Informasi mengenai bunuh diri dan menyakiti diri sendiri; Konten berbahaya lainnya di ranah digital.
Kawiyan menambahkan, di era digital saat ini, sebagian besar anak Indonesia sudah terhubung dengan internet, baik untuk keperluan komunikasi maupun untuk keperluan yang mendukung proses belajar mengajar.
Namun, sebagian besar anak-anak yang terhubung ke Internet juga mengakses jejaring sosial. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, Kawiyan menyebutkan 88,9 anak usia 5 tahun ke atas mengakses media sosial.
“Dan kita tahu bersama bahwa media sosial menyajikan semua konten, baik positif maupun negatif. Bahkan konten terlarang pun ada di media sosial karena di media sosial banyak konten yang dibuat oleh pihak-pihak yang tidak mau melapor atau anonim,” Kawiyan menjelaskan.
Kawiyan yang membawahi subklaster Anak Korban Pornografi dan Cybercrime di KPAI ini menambahkan, anak mempunyai hak atas informasi, termasuk informasi dari media sosial.
Namun harus dipastikan informasi yang diterima anak harus positif sesuai usia dan perkembangannya. Dan bukan informasi yang dapat mengganggu atau merusak kepribadian Anda.
“Di satu sisi, anak harus bisa memenuhi haknya untuk memperoleh informasi sesuai dengan hukum, namun di sisi lain harus dilindungi dari informasi atau konten yang merugikan,” ujarnya.