0 0
Read Time:1 Minute, 47 Second

JAKARTA – Pengusaha dan pekerja di industri garmen mengeluhkan lemahnya tindakan pemerintah dalam menangani impor ilegal di sektor ini. Banjir tekstil yang diimpor secara ilegal telah membuat industri lokal putus asa dan terpaksa memberhentikan pekerjanya.

Bapak Nandy Herdiaman, Ketua Persatuan Pengusaha Industri Konveksi (IPKB), mengatakan pakaian jadi impor, salah satunya pakaian jadi, bisa didapatkan di pasar offline dan online. kata Nandy dalam keterangannya, Minggu (7/7/2024).

Nandi mengungkapkan, mafia penyelundup pakaian sudah ada sejak lama dan rahasianya terkuak di masyarakat. Bahkan, kata Pak Nandy, pemerintah sudah mewaspadai permasalahan importir ilegal. “Pemerintah sangat menyadari alasan penutupan dan penutupan pabrik karena maraknya praktik impor ilegal yang melibatkan pejabat/pegawai koruptor dan importir,” ujarnya.

Setengah putus asa, Pak Nandi berharap Presiden Joko Widodo bertindak dan lebih tegas terhadap permasalahan yang memang menyulitkan industri TPT dalam negeri. Ditegaskannya: “Kami menolak impor dalam jumlah besar/bulk dan segala bentuk impor ilegal. Undang-undang”.

Ia melanjutkan, kemitraan antara pengusaha dan pekerja garmen skala besar, Menengah dan Menengah (IKM) meminta pemerintah tegas menolak campur tangan asing yang berpengaruh terhadap kebijakan perlindungan pasar dalam negeri Indonesia.

“Kami juga meminta pemerintah berani menolak segala bentuk campur tangan asing dalam kebijakan pasar dalam negeri, termasuk campur tangan mafia impor beserta kroni-kroninya dan pengecer barang impor,” ujarnya.

Kisah serupa sebelumnya juga ditegaskan Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Indonesia (APSyFI) Bapak Redma Gita Wiravasta. Redma bahkan menolak pernyataan Menteri Keuangan Shri Mulyani yang menyebut penyebab kegagalan industri TPT karena praktik dumping.

Redma menilai hal ini merupakan distorsi permasalahan akibat kegagalan pengendalian Bea dan Cukai di bawah naungan Kementerian Keuangan. Ia berkata, “Kita dapat melihat dengan mata telanjang bahwa banyak orang di bea dan cukai yang memainkan rezim impor. Banyak dari mereka secara terbuka memiliki kekuasaan untuk mengarahkan impor ke pelabuhan merah atau hijau.

Pak Redma mengatakan buruknya kinerja bea dan bea cukai menyebabkan peningkatan impor tidak terdaftar dari Tiongkok pada tahun 2021 hingga 2023. “Hal ini terlihat jelas dari data peta perdagangan, dimana kesenjangan impor tidak terdaftar dari Tiongkok terus meningkat sebesar USD2,7 miliar pada tahun 2021 menjadi 2,9 miliar dolar pada tahun 2022 dan diperkirakan mencapai 4 miliar dolar pada tahun 2023,” jelasnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D