0 0
Read Time:5 Minute, 2 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta Secara otomatis tubuh akan memberikan tanda berupa gejala sebagai tanda suatu penyakit. Gejala yang ditunjukkan tubuh ada yang ringan dan ada pula yang serius. Tentu saja, gejala ringan sekalipun tidak boleh diabaikan. Sebab, banyak kasus medis yang berakhir dengan kematian karena terlambat ditangani atau tidak terdiagnosis dengan jelas. Salah satunya adalah penyakit Kawasaki (KD) yang gejalanya sering diabaikan dan bisa berakibat fatal. Hal tersebut dikatakan oleh ahli jantung anak Kawasaki, Prof. dr. dr. Najib Advani, Sp. A(K), MMed (Paed) dari RS EMC Alam Sutera. 

PK pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1967 oleh Dr. Tomisaku Kawasaki dan pada saat itu dikenal sebagai sindrom kelenjar getah bening mukokutan. Untuk menghormati penemuannya, penyakit itu akhirnya diberi nama Kawasaki. 

Di Indonesia sendiri, banyak dari kita yang belum memahami penyakit berbahaya ini, bahkan di kalangan medis sekalipun. Hal inilah yang menyebabkan seringnya terlambat diagnosis dan segala akibatnya. 

Kemunculan penyakit ini juga bisa menipu mata, sehingga bisa didiagnosis sebagai penyakit campak, alergi obat, infeksi virus atau bahkan penyakit gondongan. Penyakit yang paling sering menyerang ras Mongolia ini terutama menyerang anak kecil dan paling sering terjadi pada usia 1-2 tahun. 

Mengenai penyakit ini, dr. Najib juga diketahui mengetahuinya sejak tahun 1996 dan pernah menimpa seorang bayi berusia tiga bulan yang menderita demam selama 18 hari. Seiring berjalannya waktu, Indonesia baru resmi tercatat dalam peta global penyakit Kawasaki setelah laporan rangkaian kasus PK oleh Advani dan kawan-kawan dipaparkan pada 8th International Symposium on Kawasaki Disease di San Diego, AS, pada awal tahun 2005.

Kasus di Indonesia diduga tidak sedikit, dan menurut perhitungan kasar, berdasarkan angka kejadian global dan etnis di Indonesia, akan terdapat 3300-6600 kasus PK setiap tahunnya. Namun kenyataannya, kasus yang terdeteksi masih jauh di bawah angka tersebut. 

Akibat PK, antara 20-40% mengalami kerusakan pada pembuluh koroner jantung, sebagian akan pulih. Namun, ada pula yang terpaksa hidup dengan jantung rusak akibat gangguan aliran darah koroner. Sebagian kecil akan meninggal karena kerusakan jantung.

Penyebab PK saat ini tidak diketahui, meskipun infeksi sangat dicurigai. Namun, tidak ada bukti yang meyakinkan mengenai hal ini. Oleh karena itu, belum diketahui cara mencegahnya. Penyakit ini juga belum terbukti menular.

Gejala awal fase akut adalah suhu tinggi secara tiba-tiba yang bisa mencapai 41 derajat Celcius. Demam naik turun selama minimal 5 hari, namun tidak pernah kembali normal. Pada anak yang tidak diobati, demam bisa berlangsung 1-4 minggu tanpa henti. Memberikan antibiotik tidak membantu. Kurang lebih 2-3 hari setelah demam, gejala lain mulai muncul secara bertahap, yaitu bintik-bintik merah di tubuh yang mirip campak. Namun gejala batuk dan pilek yang dominan pada campak biasanya ringan atau tidak ada pada PK.

Gejala lain yang timbul adalah mata keduanya merah namun tidak mengeluarkan cairan (mal), pembengkakan kelenjar getah bening di salah satu sisi leher sehingga kadang dicurigai terjadi penyakit gondongan (parotitis), lidah merah seperti stroberi, mulut juga merah dan kadang-kadang. bengkak, dan telapak tangan serta kaki berwarna merah dan sedikit bengkak. Terkadang anak mengeluh nyeri sendi. Pada fase penyembuhan, kulit pada ujung jari tangan dan kaki terkelupas, kemudian muncul cekungan berupa garis melintang pada kuku kaki dan tangan (garis Beau).

Orang yang menderita PK harus dirawat di rumah sakit dan di bawah pengawasan dokter spesialis jantung anak. Komplikasi yang paling ditakuti jantung (yang terjadi pada 20-40% pasien) karena dapat merusak arteri koroner. Komplikasi pada jantung biasanya mulai muncul setelah hari ke 7 dan 8 setelah timbulnya demam. 

Awalnya, pembuluh darah ini mungkin membesar, dan kemudian terjadi penyempitan atau penyumbatan internal. Oleh karena itu, aliran darah ke otot jantung terganggu sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada otot jantung yang disebut dengan infark miokard.

Pemeriksaan jantung, termasuk EKG dan ekokardiografi (USG jantung), sangatlah penting. Terkadang, dalam kasus yang parah, diperlukan CT scan ultracepat, magnetic resonance angiography (MRA), atau kateterisasi jantung. Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit ini tidak ada yang istimewa. 

Secara umum jumlah sel darah putih, laju sedimentasi eritrosit, dan protein C-reaktif meningkat pada fase akut. Oleh karena itu, diagnosis ditegakkan hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis berdasarkan pengalaman dokter. Pada fase penyembuhan, trombosit darah meningkat dan memudahkan pembentukan trombus atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh koroner di jantung.

Obat yang harus diberikan adalah imunoglobulin intravena selama 10-12 jam. Obat yang berasal dari plasma donor darah ini efektif meredakan gejala PK dan mengurangi risiko kerusakan jantung. Namun mahalnya harga menjadi kendala. Harga satu gramnya sekitar Rp satu juta.

Orang yang menderita PK membutuhkan 2 gram imunoglobulin per kg berat badan. Misalnya, anak dengan berat badan 15 kg membutuhkan 30 gram dengan biaya sekitar Rp 30 juta. Pasien juga diberikan asam salisilat untuk mencegah kerusakan jantung dan penyumbatan arteri koroner. Jika tidak ada komplikasi, anak dapat dipulangkan dalam beberapa hari.

Kasus kerusakan arteri koroner yang terlambat memerlukan rawat inap yang lebih lama dan perawatan intensif untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada jantung. Jika pengobatan tidak berhasil, operasi bypass koroner atau bahkan, walaupun sangat jarang, transplantasi jantung terkadang diperlukan. Kematian dapat terjadi pada 1-5% pasien yang umumnya terlambat diobati, dan puncaknya terjadi 15-45 hari setelah timbulnya demam pertama kali. 

Namun, kematian mendadak bisa terjadi bertahun-tahun setelah fase akut. PK juga dapat merusak katup jantung (terutama katup mitral) yang dapat menyebabkan kematian mendadak beberapa tahun kemudian. Kemungkinan kambuhnya penyakit ini adalah sekitar 3%.

Pada pasien yang sudah sembuh total secara klinis, pembuluh koroner dikatakan mengalami kelainan intima. Hal ini memudahkan terjadinya penyakit jantung koroner pada usia dewasa muda. Jika serangan jantung akut terdeteksi pada orang dewasa muda, mungkin perlu diasumsikan bahwa pasien tersebut menderita PK saat masih anak-anak. Kami berharap Dr. Najib berharap semua orang mewaspadai penyakit tersebut agar tidak menimbulkan korban baru.

Walaupun penyebab penyakit Kawasaki masih belum diketahui, namun pencegahannya masih sulit dilakukan, namun derajat kesehatan anak harus selalu dijaga agar tidak mudah terserang penyakit tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan mengatur pola makan sehat dan bergizi serta vaksinasi untuk memperkuat daya tahan tubuh anak.

Selain itu, jika muncul gejala mirip PK, Anda bisa segera berkonsultasi dengan dokter spesialis jantung anak Kawasaki, Prof. dr. dr. Najib Advani, Sp. A(K), MMed (Paed) dari RS EMC Alam Sutera. 

 

 

(*)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D