0 0
Read Time:3 Minute, 10 Second

dianrakyat.co.id, Jakarta Pelaku industri periklanan menolak keras Pasal 449 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang mengatur larangan penayangan iklan produk tembakau di dalam Fasilitas pendidikan sepanjang 500 meter. unit dan taman bermain untuk anak-anak.

Pasal ini dirancang untuk mengabaikan partisipasi masyarakat, menjadikan regulasi sebagai proses yang cacat dan berpotensi memberikan dampak negatif terhadap industri kreatif dan periklanan serta sektor turunannya, mulai dari pengurangan lalu lintas, efisiensi tenaga kerja, hingga penindasan terhadap pemerintah daerah (Pemda). ) penghasilan.

Ketua Umum Asosiasi Media Asing Indonesia (AMLI) Fabianus Bernadi menilai PP 28/2024 disahkan tanpa melibatkan berbagai pihak yang dirugikan. Akibatnya, ada beberapa pasal yang tidak mungkin diterapkan di lapangan karena dapat menimbulkan perbedaan pemahaman, termasuk Pasal 449.

Dalam pasal tersebut, mungkin terdapat kesalahan persepsi mengenai detail penentuan jarak yang dimaksud dan dinilai pemerintah kurang memahami teknis operasional sektor periklanan.

“Aturan radius ini bermasalah dan akan mematikan bisnis kita. Jumlah pekerja media di luar rumah bisa semakin berkurang hingga terjadi PHK atau PHK total, angkanya bisa mencapai 59% dari total jumlah pekerja.” sangat berbahaya,” jelasnya, dikutip Kamis (29 Agustus 2024).

Ia menambahkan, sebanyak 86 persen anggota AMLI akan terkena dampak langsung dari aturan tersebut. Jika dirinci dari angka tersebut, setidaknya 44% akan merasakan dampak negatif yang signifikan karena 50% pendapatannya berasal dari iklan produk tembakau. Parahnya, 23% sisanya pasti terancam bangkrut jika aturan ini diterapkan karena sebanyak 75% pendapatan mereka berasal dari iklan produk tembakau.

Mewakili badan usaha media asing, Fabian meminta agar aturan ini direvisi dengan mempertimbangkan pendapat badan usaha yang terdampak.

“Kami berharap pemerintah mendengarkan aspirasi kami. Sebaiknya aturan mengenai reklame luar ruang hanya mengacu pada PP 109/2012. “Yang terakhir ini (Pasal 449) baru saja dihapus,” khawatirnya.

 

Sementara itu, Ketua Badan Pengkajian Regulasi Dewan Periklanan Indonesia (DPI) sekaligus anggota Tim Perumus Etika Periklanan Indonesia, Herry Margono mengatakan, keputusan politik tersebut terkesan tidak memahami situasi yang terjadi di lapangan. .

Sebelum peraturan ini disahkan, DPI telah menyampaikan aspirasinya kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes), namun tidak pernah ditanggapi. Mereka juga menekankan bahwa sebagian besar sektor periklanan di daerah terkena dampak langsung dari zonasi 500m yang melarang iklan tembakau. produk dan nilainya tinggi, sehingga dapat mempengaruhi bisnis periklanan secara signifikan.

Mewakili dewan periklanan, Hery juga meminta agar peraturan tersebut ditinjau dan direvisi sesuai dengan berbagai masukan industri yang dinilai masih kurang karena partisipasi masyarakat. “PP harusnya bisa memaksa industri untuk lebih berkembang, bukan menekan kami,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Departemen Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sutrisno Iwantono menambahkan, dari segi hukum, APINDO menilai PP 28/2024 merupakan proses yang cacat sejak awal karena tidak mencantumkan orang-orang yang terkena dampak. pihak yang berkepentingan. Munculnya aturan ini menimbulkan kegaduhan luar biasa di berbagai sektor, termasuk penolakan tegas dari para pengusaha periklanan serta pedagang dan pengecer.

“Berbagai penolakan tersebut menunjukkan tidak adanya komunikasi antara Pemerintah dan badan usaha. Setahu saya di APINDU, saya belum pernah mengikuti diskusi seperti itu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan ini memiliki banyak permasalahan dan kekurangan dalam implementasinya sehingga menyulitkan implementasi di lapangan, tambahnya.

Selain itu, aturan ini dinilai mengancam penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor terkait industri tembakau dan mendorong meluasnya peredaran rokok ilegal akibat pelarangan sepihak.

Oleh karena itu, Iwantono berharap berbagai kontribusi para pelaku usaha dapat dijadikan sebagai faktor kunci bagi pemerintahan saat ini. Khusus PP 28/2024, dia meminta agar direvisi atau ditunda karena tidak mungkin dilaksanakan karena adanya tekanan dari berbagai sektor.

Selain penolakan Pasal 449, PP ini juga mendapat penolakan besar-besaran terhadap Pasal 434 yang melarang penjualan hasil tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan taman bermain oleh pedagang dan pedagang. Hal ini seharusnya menjadi persoalan penting bagi Pemerintah untuk menunda implementasi peraturan ini.

“Sebaiknya direvisi sesuai masukan dari masing-masing industri. Kalau tidak bisa diputuskan sekarang, maka ditunda pelaksanaannya,” tutupnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D