0 0
Read Time:1 Minute, 51 Second

JAKARTA – Para ekonom menilai kenaikan harga eceran tertinggi (HET) minyak minyakita dari Rp14.000 menjadi Rp15.700 per liter merupakan hal yang mengejutkan. Pasalnya, Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar yang menghasilkan minyak nabati dari minyak sawit.

Sebelumnya, kenaikan HET Minyakita telah diumumkan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada Jumat, 3 Juli 2023 melalui surat edaran No. 03 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng. Apakah kebijakan ini benar?

Kementerian Perdagangan telah menjelaskan bahwa HET minyak nabati perlu disesuaikan dengan biaya produksi yang terus meningkat dan fluktuasi nilai tukar rupee. Di satu sisi, produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia terus tumbuh hingga mencapai 50,07 juta ton pada tahun 2023.

Capaian tersebut meningkat 7,15% dibandingkan produksi tahun 2022 yang mencapai 46,73 juta ton. Pakar kebijakan publik dan ekonom UPN Veteran Jakarta Ahmad Nur Hidayat mengatakan berdasarkan hal tersebut menunjukkan Indonesia tidak memerlukan impor untuk memproduksi minyak nabati, sehingga biaya produksi dan nilai tukar rupiah rendah.

“Dengan melimpahnya produksi minyak sawit mentah, alasan peningkatan biaya produksi terkait dengan harga internasional dan nilai tukar rupiah tampaknya tidak memadai karena sebagian besar bahan baku utama berasal dari dalam negeri,” kata Ahmad Noor Hidayat dalam sebuah pernyataan. . Jakarta, Senin (22 Juli 2024).

Meski ada alasan ekonomi dibalik kenaikan HET minyak nabati, namun menurutnya kebijakan tersebut tidak tepat waktu dan dapat memperburuk keadaan perekonomian masyarakat yang sebenarnya memerlukan dukungan dan dorongan untuk mengatasi krisis yang terjadi saat ini. kemerosotan ekonomi.

“Kenaikan HET minyak nabati khususnya Oilit menjadi Rp 15.700 per liter menimbulkan pertanyaan mengenai kebutuhan dan dampaknya terhadap masyarakat kecil, terutama dalam konteks ekonomi yang menunjukkan tanda-tanda rasa puas diri, serta faktor ekonomi dan sosial yang saling terkait,” ujarnya. menjelaskan.

Selain itu, hal tersebut menunjukkan tanda-tanda memburuknya perekonomian nasional.

Pertama, situasi perekonomian Indonesia saat ini menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang serius. Indikator perekonomian seperti Purchasing Managers’ Index (PMI) dan Consumer Confidence Index (CCP) menunjukkan penurunan yang mengindikasikan menurunnya aktivitas ekonomi dan kepercayaan konsumen.

Penurunan PMI menunjukkan adanya kontraksi pada sektor manufaktur, sedangkan penurunan IKK menunjukkan konsumen kurang optimis terhadap kondisi perekonomian ke depan, sehingga pada akhirnya menurunkan belanja masyarakat. Dalam situasi dimana aktivitas perekonomian sedang melambat, kenaikan harga kebutuhan pokok seperti minyak bumi akan memperburuk keadaan dengan semakin menurunkan daya beli masyarakat.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D