0 0
Read Time:4 Minute, 54 Second

Banda Aceh – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr Hasto menjelaskan langkah yang dilakukan Tim Percepatan Penurunan Gagap Aceh (TPPS) dalam menyikapi intervensi dan intervensi untuk mencapai target 14 angka gagap nasional. pada tahun 2024. Bertujuan untuk mengurangi menjadi satu persen.

Sampel Macha menunjukkan target angka kejadian di wilayah tersebut pada tahun 2024 adalah 19,0%. Pada tahun 2023, angka gagap di Aceh akan berkurang sebesar 23,69%. 

Saat ini, 11 kabupaten loko gagap lainnya di Indonesia, termasuk Aceh, sedang menunggu hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI). Namun, SKI belum diluncurkan pada saat laporan ini ditulis.

Pada tahun 2021, angka stunting di Aceh mencapai 33,2% dan menurun menjadi 31,2% pada tahun 2022 berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.

“Penting untuk mencegah sembelit pada 1000 hari pertama kehidupan (HPH) sejak hamil hingga usia dua tahun. Anak membutuhkan pola asuh yang berkualitas dan makanan seperti ikan pada masa ini. Karena 80 persen kecerdasan anak terbentuk dalam 1000 HPK.” Ini sangat penting untuk keberlangsungan tumbuh kembang anak,” ujar dalam keterangan resminya yang dikutip Kamis 29 Februari 2024.

Hal itu disampaikan Dr Hasto saat menjadi pembicara pada Rapat Koordinasi Tim Percepatan Aceh 2024 yang dilaksanakan pada Rabu, 28 Februari 2024 di Hotel Ayani, Banda Aceh, Provinsi Aceh.

Dr Hasto menjelaskan, menurut kepercayaan, Allah menghentikan pertumbuhan tengkorak bayi setelah usia dua tahun, dan setelah usia tersebut, perkembangan otak bayi sangat kecil kemungkinannya.

Oleh karena itu, prakonsepsi penting bagi calon calon pengantin (di bawah umur), dan tidak memakan biaya yang mahal dibandingkan persiapan pranikah, kata Dr Hasto.  

Kehidupan berkeluarga, lanjutnya, memerlukan persiapan yang matang. Menurutnya, usia kehamilan setelah menikah adalah 18 bulan.

Ia juga mengatakan, salah satu penyebab sembelit adalah anak dilahirkan terlalu berdekatan. Oleh karena itu, pola asuh yang diberikan kepada anak kurang maksimal. Padahal, kata dr Hasto, setiap anak sebaiknya mendapat ASI minimal 24 bulan atau dua tahun. 

Ia pun menyebutkan banyak alasan tidak menyusui bayi. 65,7% karena ASI tidak keluar, 8,4% karena ibu dan bayinya terpisah, 6,6% karena anak tidak dapat menyusu, dan 2,2% karena ibu menderita. 

Dr Hasto menekankan pentingnya memberikan ASI pada bayi dibandingkan pemberian susu botol. Ia mengingatkan para ibu untuk berhati-hati dalam memberikan susu pada bayi atau anak kecil, terutama jika menggunakan botol susu.  

“Banyak orang yang tidak bisa menggunakan susu botol atau susu formula dan akhirnya banyak anak-anaknya yang menderita diare. Mengapa diare bisa terjadi? Bukan karena susunya, tapi karena botolnya tidak steril. tempat berkembang biaknya bakteri, jika botol tidak disterilkan dengan baik,” jelas DR. Hasto

Dr Hasto juga mengatakan, usia saat menikah berpengaruh terhadap tidak terjadinya persalinan. Pernikahan pada usia anak berpengaruh terhadap kesehatan ibu selama hamil. 

Dr Hasto menjelaskan, perempuan yang menikah saat sudah memiliki anak berisiko terkena anemia dan melahirkan anak cacat. 

Selain itu, lanjutnya, faktor lain yang turut menyebabkan peningkatan angka kelahiran adalah melahirkan setelah usia 35 tahun. 

“Masih banyak ibu-ibu di Aceh yang melahirkan di atas usia 35 tahun,” ujarnya.  

Pria kelahiran 30 Juli 1964 ini menjelaskan, penyakit gagap ditandai dengan perawakan pendek. Namun, kata dr Hasto, bertubuh kecil tidak serta merta menyapih. Ciri pembeda lainnya, kata dia, adalah anak rusak tidak cerdas dan orang rusak sering sakit.  

Ketika mereka tumbuh dewasa, anak-anak yang mengalami kerusakan akan mengalami obesitas sentral yang membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan stroke, tambahnya. 

Menanggapi wartawan, usai acara tersebut, Dr. Hasto menegaskan BKKBN dan mitra terkait terus mencermati rencana percepatan pengurangan penundaan, untuk mencapai target 14 persen pada tahun 2024. 

Terkait pertanyaan lainnya, Dr. Hasto menegaskan, “Mengurangi ketidakhadiran lebih strategis dibandingkan mengejar anak cacat.”

Dr Hasto juga menyebutkan bahwa cara yang paling efektif untuk mengurangi kegagapan adalah dengan melakukan intervensi pada ibu hamil atau akan hamil

Mm (Pj) Ketua Tim Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Aceh yang juga Wakil Ketua Tim Percepatan Penurunan Kemajuan (TPPS) Aceh, Ayo Marzouki meminta Tim Percepatan meredam kendur guna memperkuat sosialisasi tentang stunting kepada masyarakat. tingkat desa. 

Menurut Ayo, masih banyak kachik atau kepala desa, bahkan istri kepala desa yang notabene ketua TPPS tingkat desa, yang belum mengetahui apa itu stunting. Bahkan, kata Ayo, banyak yang menganggap gagap sebagai sebuah penyakit. 

“Saya sangat berterima kasih kepada Kepala BKKBN Aceh Ibu Vina yang merespon cepat dan mengerahkan 710 kachik dari desa gagap untuk ikut serta dalam pendistribusian tracing pada bulan Desember 2023. Saya berharap dengan tercapainya pemahaman tersebut maka intervensi yang dilakukan keluar akan tepat sasaran,” kata Ayo Untuk peserta rakor TPPS.

Ayo juga menyoroti temuan mengejutkan lainnya, khususnya dari sisi perubahan perilaku, yaitu minimnya peran suami dalam mendukung pemberian ASI pada masa nifas. Ia mencatat bahwa beberapa suami mendorong istrinya untuk mengunjungi Poziando untuk tes kehamilan atau membawa bayi dan anak kecil ke Poziando.

Ayo menjumpai kasus seorang suami menyarankan istrinya untuk memberikan bayinya susu formula karena ASI yang disiapkan istrinya terlalu cair. Wanita itu menerima tawaran ini. Namun karena ingin menghemat biaya, susu formula ditambahkan air untuk mengencerkannya.

“Situasi ini sudah muncul. Untuk itu, saya berharap para suami turut serta mendorong istri untuk menyusui bayinya hingga usia dua tahun,” saran Ayo.

Lebih lanjut, Ayo juga mencatat banyak aktivis posiendo yang salah mengukur tinggi badan anak dengan menggunakan kain sebagai alat ukurnya, sehingga menghilangkan data terkait penyimpangan.

Ayo menegaskan, penyebab lainnya adalah seringnya pergantian kader dan tidak adanya verifikasi nilai yang dilakukan kader oleh tenaga kesehatan.

“Saya mohon sekali agar kader-kader yang sudah dilatih tidak dimutasi. Oleh karena itu, harus diatur juga aturannya agar kader-kader di tingkat paling bawah bisa didampingi agar bekerja sesuai SOP yang ada,” kata Ayew. 

Wakil Presiden TPPS Aceh juga berharap peran TPPS melibatkan berbagai pemangku kebijakan dalam upaya menurunkan angka gagap di Aceh. 

Ia meyakini posisi tersebut akan memberikan dampak signifikan dalam menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak Aceh. Nilai Pribadi Kesehatan Dr Ahmed Hidiat Memimpin Kabupaten Bekasi, Suara Dukungan Terhadap Calon Bupati Bekasi Dr. Ahmed Hidiat terus berdatangan. dianrakyat.co.id.co.id 9 Agustus 2024

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D