dianrakyat.co.id, Jakarta – Produk investasi pasif bisa menjadi pilihan untuk mengejar keuntungan. Jeffrey Hendrick, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), mengatakan tren pertumbuhan produk investasi pasif meningkat sangat pesat.
Berdasarkan data tahun 2017, terdapat 23 produk dengan aset kelolaan sekitar Rp 5,9 triliun. Sementara data Juli 2024, sudah ada 70 produk yang aset kelolaannya bertambah hingga 17 triliun. Menurut Jeffrey, investor memandang produk investasi pasif lebih efisien, transparan, dan hemat biaya dibandingkan produk investasi aktif.
“Dengan adanya perkembangan ini, pasar saham harus terus mengembangkan indeks yang dapat digunakan oleh manajer investasi, yang kami yakini akan memberikan imbal hasil terbaik bagi investor,” kata Jeffrey kepada wartawan pasar modal dalam pengarahannya, Jumat (13/9/2024).
Sebagai gambaran, investasi pasif adalah metode yang bertujuan untuk meniru kinerja indeks pasar. Strategi ini didasarkan pada teori bahwa pasar pada umumnya menghasilkan keuntungan positif dalam jangka panjang, sehingga lebih menguntungkan untuk mengikuti pasar daripada mencoba untuk mengunggulinya.
Investasi pasif lebih murah dibandingkan investasi aktif, karena fund manager tidak memilih saham atau obligasi. Dana pasif memungkinkan indeks tertentu menentukan sekuritas mana yang mereka perdagangkan, artinya tidak ada biaya tambahan untuk analis riset.
Di pasar saham, lima indeks teratas saat ini menjadi acuan atau dasar paling umum untuk investasi pasif. Ronnie Sunianto Jojomartono, Kepala Unit Pengembangan Bisnis Indeks BEI dan ESG, mengungkapkan aset kelolaan kelima indeks ini berjumlah 16,2 triliun atau setara dengan 95,26 persen dari seluruh aset kelolaan.
“Dari lima indeks teratas, terdapat 49 produk dengan aset kelolaan Rp 16,2 triliun,” jelas Roni di kesempatan yang sama.
Rinciannya, ada 22 produk dengan IDX30. Total aset kelolaan dari 22 produk tersebut sebesar Rp6,76 triliun atau setara 39,72 persen dari total aset kelolaan. Lalu ada 13 produk yang menjadi acuan indeks Sri-Kehati dengan aset kelolaan Rp 6,63 triliun atau setara 38,98 persen dari seluruh aset kelolaan.
Aset kelolaan terbesar kedua berasal dari Indeks Bisnis-27 senilai Rp1,25 triliun atau setara 7,37 persen dari seluruh aset kelolaan. Saya perhatikan ada dua produk yang mereferensikan indeks ini. Selanjutnya, indeks kelas I dengan 5 produk setara dengan 1,08 triliun AUM atau 6,34 persen dari seluruh AUM. Terakhir, LQ45 dengan 7 produk setara dengan 484 miliar AUM atau 2,85 persen dari seluruh AUM.
Sebelumnya, pencatatan saham melalui penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini sepi.
Direktur Utama BEI Iman Rachman menjelaskan sebagian besar perusahaan yang melakukan IPO mengacu pada data keuangan Juni atau Desember.
Iman menjelaskan, perseroan memiliki tenggat waktu kurang lebih tiga bulan untuk laporan keuangan yang telah diaudit. Dengan menggunakan laporan keuangan perusahaan bulan Juni, perkiraan IPO kuartal keempat kemungkinan besar akan ramai.
“Sibuk yang buku Desember, yang buku Juni. Kalau awal tiga bulan. Kuartal IV pasti ramai. Jadi kuartal keempat lebih ramai, itu aturan praktisnya,” Iman jelasnya kepada wartawan. , ditulis pada Sabtu (9-7-2024). Total uang yang terkumpul
Per 5 September 2024, terdapat 34 emiten dan 25 perusahaan lagi yang sedang dalam pipeline.
Total uang yang terkumpul sejauh ini berjumlah Rp5,2 triliun, menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun dibandingkan bursa lain di kawasan ASEAN, pertumbuhan jumlah emiten baru di BEl masih menjadi yang tertinggi pada tahun 2024. BEl secara konsisten mencatatkan pertumbuhan tertinggi di antara emiten di kawasan ASEAN sejak tahun 2018.
Sayangnya, alih-alih memberi sinyal terpenuhi atau tidaknya target IPO, Newman justru menegaskan bursa menargetkan 340 listing dari berbagai instrumen pada tahun ini.
“Jadi jangan fokus pada (target IPO) yang totalnya 60.340 instrumen. Itu mencakup saham, ETF, REITs, DNFRA, obligasi, EBA, IBUS, dll. Sejauh ini jumlah itu sudah mencapai 353.104 persen. ,” kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, kataku.
Terkait proses IPO, BEI memastikan seluruh emiten memenuhi persyaratan yang berlaku.
Dalam melakukan penilaian, BEl tidak hanya melihat aspek formal dari persyaratan pencatatan, namun juga menilai faktor-faktor terkait yang lebih mendalam seperti kekhawatiran, reputasi regulator, reputasi Dewan Komisaris, dan prospek pertumbuhan. Perusahaan terdaftar di masa depan.
Aturan pencatatan di BEI selalu diperbarui dengan memperhatikan kondisi terkini dinamika pasar modal.
Berbagai inisiatif dilakukan untuk meningkatkan kualitas emiten. Saat ini BEI sedang dalam proses penyesuaian aturan pencatatan yang akan meningkatkan persyaratan minimum untuk menjadi perusahaan tercatat di BEI.